Penelitianini lebih difokuskan pada hak-hak masyarakat khususnya masyarakat adat di Maluku atas infomasi, edukasi dan pelayanan kesehatan selama masa pandemi Covid 19. Karena mengingat yang akan diteliti adalah pengaturan tentang hak-hak yang mendasar bagi masyarakat hukum adat dan telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945. Sejak10 tahun berkiprah di Komnas HAM RI dari 2001 s.d. 2011, pak Ot telah banyak menyelesaikan Kasus - Kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di Maluku. Beliau mampu membangun jalinan kerjasama yang baik antar Instansi dan mempromosikan Perwakilan Komnas HAM Maluku hingga di kenal sampai dipelosok Negeri-Negeri Maluku. Permintaanitu disampaikan Tim Advokasi Tapol Maluku yang terdiri dari KONTRAS dan Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia Maluku (LIAMMA) melalui Press Release yang diterima redaksi TitaStory.com, selasa ( 10/12/2019) kemarin.. Lima warga Hulaliu yang ditahan pada 29 Juni 2019, sekitar pukul 10.00 WIT, di kediaman Izaak Josias Siahaya als Cak di Negeri Hulaliu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI masih menyelidiki dan memantau terkait dugaan pelanggaran HAM oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara (Sumut) dan berbagai peristiwa lain yang menyertainya. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. Beberapa waktu yang lalu, Indonesia mempunyai masalah besar yang cukup mengancam kedaulatan bangsa. Masalah tersebut datang dari dua wilayah di Indonesia yaitu Jawa Timur tepatnya Malang dan Surabaya dengan Papua. Kasus tersebut memberikan banyak reaksi hingga berujung pada aksi unjuk rasa yang berakhir anarkis di Gedung DPRD Monokwari oleh masyarakat Papua. Aksi demo tersebut bermula dari adanya penyerbuan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Kejadian Demo Di MonokwariPenyerbuan yang terjadi di asrama mahasiswa Papua bukan tanpa alasan. Ada laporan yang berisi bahwa diduga telah terjadi pengrusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke selokan oleh mahasiswa Papua. Berita tersebut lantas tersebar luas melalu pesan singkat kepada beberapa ormas yang ada di Surabaya. Hingga akhirnya pada tanggal 16 Agustus 2019, massa yang berasal dari beberapa ormas mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan mengenai penistaan lambang negara. Dan pada tanggal 17 Agustus 2019, pihak polisi mencoba untuk melakukan dialog bersama mahasiswa Papua terkait tentang masalah pembuangan bendera Merah berharap jika pihak mahasiswa mau menjawab dan memberikan penjelasan mengenai masalah tersebut. Akan tetapi negosiasi tersebut gagal dilaksanakan sebab mahasiswa Papua belum memberikan tanggapan. Meskipun pihak kepolisian sudah meminta bantuan dari RT, RW, lurah, camat sampai dengan perkumpulan warga Papua di Surabaya, pihak mahasiswa tetap tidak keluar dari asrama untuk memberikan pihak lain, laporan mengenai penistaan lambang negara tersebut telah sampai ke Polrestabes Surabaya oleh gabungan ormas. Gabungan ormas menyampaikan jika tidak ada jawaban dari pihak mahasiswa, massa tidak akan segan untuk datang kembali ke asrama mahasiswa Papua. Mengetahui hal tersebut pihak kepolisian berusaha mencegah untuk menghindari aksi bentrok antara mahasiswa dengan terus berusaha untuk melakukan dialog dengan mahasiswa, namun tetap tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya polisi mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum melakukan tindakan dengan mengeluarkan surat perintah. Surat perintah tersebut berupa surat perintah tugas dan surat penggeledahan yang telah disiapkan sebelumnya. Pihak polisi akhirnya membawa 43 mahasiswa Papua ke Polrestabes Surabaya untuk melakukan penyelidikan. Setelah itu, mereka dipulangkan keesokan paginya setelah selesai memberikan yang diakibatan karena ditangkapnya mahasiswa oleh pihak kepolisian dan juga pengepungan asrama mahasiswa Papua memancing kemarahan warga di Papua. Mereka mulai melancarkan aksi unjuk rasa di sejumlah ruas jalanan di Manokwari dan berdampak lumpuhnya jalanan tersebut. Pihak kepolisian yang dibantu oleh TNI ikut turun tangan mengatasi para peserta demo yang semakin anarkis. Massa terus bergerak hingga menuju gedung DPRD Manokwari di Papua Barat dan membakar gedung Pelanggaran HAM Di PapuaTidak sedikit pihak yang melakukan aksi solidaritas yang muncul di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Medan. Aksi pengepungan yang terjadi asrama mahasiswa Papua di Surabaya dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia. Sehingga LBH Papua mulai mendesak Komnas HAM untuk segera menindak dan melakukan penyelidikan terkait dengan tindakan diskriminasi tahun 2018 hingga tahun 2019, tercatat terjadi 33 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM yang dialami oleh mahasiswa Papua di beberapa daerah di Indonesia. Jumlah tersebut diungkapkan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta, Arif Maulana. Beliau menjelaskan jika Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan seluruh kantor perwakilan LBH di Indonesia telah mendampingi mahasiswa dalam menangani kasus pelanggaran – pelanggaran HAM tersebut terjadi di Surabaya sebanyak 9 kasus, Bali 5 kasus, Yogyakarta 3 kasus, Semarang 4 kasus, Jakarta 4 kasus dan Papua 8 kasus. Jenis pelanggaran HAM tersebut antar lain pembubaran diskusi, penyerangan asrama, penggerebekan asrama, penangkapan sewenang – wenang, pelanggaran hukum oleh aparat, hingga pembubaran aksi. Jika ditotal secara keseluruhan, korban yang merupakan mahasiswa Papua bisa mencapai 250 di atas tadi baru sebagian kecil dari bentuk pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat Papua. Berdasarkan data dari Amnesty Internasional selama dua dekade sejak reformasi 1998 di Indonesia, laporan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan keamanan di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Setidaknya terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh Kepolisian sebanyak 34 kasus, gabungan TNI-Polri 11 kasus, Satpol PP 1 kasus dan 23 kasus berasal dari militer, antara periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2018 dengan korban jiwa mencapai 95 jiwa. Untuk 69 kasus tersebut sebagian besar tidak dilatarbelakangi oleh politik. Para aparat keamanan dan pemerintah terpaksa melakukan kekerasan seperti melakukan penembakan atau melakukan kekerasan menggunakan kekuatan untuk menjaga dan menghadapi gerakan kasus lain berupa kekerasan di Abepura pada tanggal 7 Desember 2000. Kasus ini dimulai dari penggerebekan beberapa asrama mahasiswa di Abepura, pinggiran Kota Jayapura. Aksi ini merupakan bentuk balasan dari penyerangan Polsek Abepura di malam sebelumnya hingga menewaskan 2 anggota polisi dan 1 orang penjaga keamanan. Sebanyak 1 orang mahasiswa ditembak mati, 2 orang mahasiswa tewas akibat dipukul dan sekitar 100 orang sisanya ditahan secara semena – mena. Kasus tersebut pun naik hingga dibentuklah Komisi Penyelidikan Hak Asasi Manusia bagi Papua pada Januari seorang aktivis Hak Asasi Manusia Papua, Yan Christian Warinussy, mengatakan jika pelanggaran HAM terbesar yang terjadi di Papua setidaknya ada 3 kasus. Ketiga masalah tersebut antara lain kasus Wasior di tahun 2001, kasus Wamena 2003 dan kasus Enarotali-Paniai tahun kasus di Wasior diawali dengan terbunuhnya lima anggota Brimob serta 1 orang warga sipil yang terjadi di PT. Vatika Papuana Perkasa. Diduga telah terjadi tindakan kekerasan, penyiksan, pembunuhan hingga penghilangan di Wamena yang terjadi pada tanggal 4 April 2003 ketika sebagian besar masyarakat Wamena sedang merayakan Paskah. Petugas keamanan melakukan penyisiran di 25 kampung dan diketahui jika sebelumnya telah terjadi pembobolan gudang senjata di Markas Kodim 1720 Wamena oleh sekelompok massa, sehingga mengakibatkan 2 TNI tewas. Dampak dari penyisiran tersebut, sebanyak 9 orang tewas dan 38 orang lainnya luka pelanggaran HAM terbesar terakhir yaitu terjadi pada tanggal 8 Desember 2014. Kejadian ini bermula dari penahanan mobil anggota TNI sehingga menewaskan 4 orang tewas di tempat kejadian dan 1 orang meninggal di rumah sakit. Kasus – kasus pelanggaran HAM di atas masih sebagian kecil dari kumpulan kasus yang ada. Namun akan lebih baik jika kita secara bersama – sama hidup secara damai tanpa adanya saling adu hingga mempecah belah kesatuan negara Indonesia. Ambon Antara Maluku - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia Komnas HAM menemukan 26 kasus pelanggaran terjadi di provinsi ini selama tahun 2012."Sebanyak 13 dari 26 kasus pelanggaran HAM yang terjadi berkaitan dengan institusi Polri," kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Maluku, Emmy Tahaparry, pada diskusi "Peran media terhadap kasus pelanggaran HAM di Maluku" yang dilaksanakan Maluku Media Center MMC di Ambon, 13 kasus lainnya berkaitan dengan pemerintah daerah, di mana sebagian besar menyangkut masalah hak-hak ulayat menyatakan pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi terhadap kasus pelanggaran HAM yang ditemukan di Maluku pada tahun lalu dan menyerahkannya kepada pimpinan Polri di Maluku maupun pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya."Langkah Komnas HAM tidak hanya sebatas mengeluarkan rekomendasi saja, tetapi turut mendesak pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM tersebut, sehingga tidak berdampak memperburuk citra aparat pemerintahan dan keamanan," menyangkut pelanggaran HAM yang berkaitan dengan institusi Polri, Emmy mengatakan, terbanyak adalah kasus konflik antarwarga, di mana hasil temuan dan kajian di lapangan memperlihatkan lambannya aparat bertindak untuk mengamankan konflik maupun mendamaikan pihak-pihak bertikai."Hasil temuan memperlihatkan adanya proses pembiaran agar konflik antarmasyarakat terus terjadi," temuan tersebut juga telah disampaikan kepada pimpinan Komnas HAM Pusat untuk ditindak lanjuti dengan pemerintah pusat, terutama institusi yang bersinggungan langsung dengan kasus-kasus pelanggaran tersebut."Rekomendasi yang kami keluarkan kepada institusi berwewenang memang tidak menimbulkan akibat hukum, tetapi berdampak terhadap tanggung jawab moral dan kinerja institusi tersebut di mata masyarakat," Perwakilan Komnas HAM Maluku juga telah menyelesaikan 49 kasus yang terjadi selama 2009-2011 di Maluku, di mana kebanyakan juga berkaitan dengan institusi Polri dan TNI, terutama dalam peristiwa konflik antarkampung dan ini, tandas Emmy pihaknya mengalami kesulitan untuk secepatnya merespons berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Maluku dikarenakan keterbatasan anggaran operasional yang dibutuhkan untuk menjangkau seluruh wilayah."Anggaran operasional Kantor Perwakilan Komnas HAM Maluku, sangat kecil dan tidcak sebanding dengan geografis Maluku sebagai daerah kepulauan dengan 93 persen wilayahnya merupakan laut. Masalah ini pun telah disampaikan kepada Pimpinan Komnas HAM Pusat," juga menambahkan, kerja lembaga yang dipimpinnya sangat terbantu dengan peran dan eksistensi pers di Maluku dalam memberitakan berbagai kasus kekerasan yang terjadi di daerah ini."Peran pers sangat besar dalam menunjang kinerja dan fungsi Komnas untuk melakukan advokasi dan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di Maluku," berharap kerja sama dengan para jurnalis di Maluku akan terus ditingkatkan dalam menekan angka kasus pelanggaran HAM di Maluku di masa mendatang. AMBON, – Sebanyak kurang lebih 200 orang tenaga honorer yang mengabdi pada Rumah Sakit Umum Daerah RSUD dr Haulussy, selama 4 bulan terakhir belum terbayarkan hak-haknya. Padahal mereka umumnya diperkerjakan sebagai tenaga inti dalam proses pelayanan medis, khususnya dalam melayani apa yang menjadi kebutuhan pelayanan rumah sakit. Sayangnya, upah mereka belum dibayarkan hingga empat 4 bulan gaji. Wakil Ketua Komisi A DPRD Maluku, Yance Wenno, SH mengaku, selaku wakil rakyat Kota Ambon, dirinya sangat menyayangkan kondisi yang dialami para tenaga honorer ini. Menurutnya, mengabaikan hak-hak para tenaga honor ini sudah masuk dalam proses pelanggaran hak asasi manusia HAM. Mereka lanjut Wenno, membiarkan banyak orang menderita dalam banyak hal dan ini tidak boleh dibiarkan. “Jadi ini sebuah proses pelanggaran terhadap hak asasi manusia HAM dan keterlambatan terhadap hak-hak honorer tentu membuat mereka menderita, apalagi ditengah kondisi perekonomian yang lagi tidak stabil saat ini. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan, “tandas wakil rakyat yang berasal dari daerah pemilihan Dapil Kota Ambon ini kepada awak media di gedung DPRD Maluku Karpan Ambon, Senin 13/03/2023 sore. Menurut Yance Wenno, jika memperkerjakan orang, RSUD Haulussy harus mampu membayarkan para tenaga honorer, apalagi ini sudah memasuki bulan ketiga. Dan kondisi ini, bisa memungkinkan bagi para tenaga honorer untuk menempuh langkah hukum. “Semua orang yang berkerja di semua instansi, termasuk RSUD, ini patut disesalkan dan mempekerjakan orang upahnya harus dibayarkan, ini bagian “Pelanggaran Hak Asasi Manusia” secara hukum mereka bisa menuntut pemerintah karena pemerintah mempekerjakan orang dan menggunakan tenaganya tidak memenuhi hak-hak mereka, ” tegasnya. Sementara itu, Komisi yang membidangi pendidikan dan kesehatan, mengungkapkan, jika persoalan yang tengah dihadapi rumah sakit milik pemerintah daerah Maluku ini, telah ditangani para pimpinan DPRD Maluku. “Persoalan RSUD Haulussy telah ditangani oleh pimpinan dan sebaiknya ditanyakan kesana, saya sudah jenuh dengan para pengelolahnya, “ujar anggota Komisi IV DPRD Maluku, Ibu Tien Renyaan ketika ditanyai seputar masalah menagemen RSUD dr Haulussy. Disinyalir ketidakpatuhan dari Direktur RSUD Haulussy, dokter Zainuddin, tidak terlepas dari kesepakatan awal seputar pembayaran hak-hak pegawai dari dana Rp 38 Milyar yang hingga kini belum direalisasikan pihak managemen. Semestinya dana yang diperuntukan bagi pembayaran tenaga medis pasca covid 19, sudah bisa dicairkan dan dibagikan kepada petugas medis yang berhak menerimanya. Namun saran dan pertimbangan Komisi IV nampaknya diabaikan sang Direktur Zainuddin, bahkan terakhir malah melobi komisi untuk pembagiannya 6040 tapi usaha itu, dimentahkan komisi. Ini belum termasuk dengan tenaga honorer yang belum memperoleh hak-haknya selama empat bulan gaji. Sementara hutang piutang dengan pihak ketiga juga belum dibayarkan, yakni berupa; obat-obatan, oksigen, bahan medis habis pakai termasuk bahan cuci darah. Meski begitu, direktur malah disibukan dengan urusan keberangkatan keluar daerah. Yance Wenno menegaskan, jika semua persoalan itu tidak tuntas ditangani, maka yang bersangkutan sebaikanya diproses hukum. L05 Rabu, 13 Juni 2018 1644 WIB Reformasi menyimpan sejumlah noktah hitam terkait konflik dan pelanggaran HAM. Apa saja catatan kelam yang banyak di antaranya masih menanti penyelesaian itu? PENEGAKAN supremasi hukum dan hak asasi manusia HAM tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah terberat yang harus diselesaikan Indonesia sejak republik ini berdiri pada 17 Agustus 20 tahun ke belakang saja, terdapat sejumlah catatan hitam dalam ranah hukum dan HAM. Amanah gerakan Reformasi 1998 terkait supremasi hukum belum juga terwujud. Ini belum bicara keseluruhan konflik sosial apalagi soal sengketa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu belum juga menemukan titik terang terkait penyelesaiannya. Sampai saat ini, masih ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang "tertahan" di Kejaksaan / GARRY ANDREW LOTULUNGAktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menggelar aksi Kamisan ke-453 di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis 4/8/2016. Dalam aksi itu mereka menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu dan mengkritisi pelantikan Wiranto sebagai Menko Polhukam karena dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kasus pelanggaran HAM di kasus itu adalah Tragedi 1965; Penembakan Misterius 1982-1985; Peristiwa Talangsari di Lampung 1989; Kasus Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998; Kerusuhan Mei 1998; Penembakan Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998-1999; serta Kasus Wasior dan Wamena di Papua 2000.Di sisi lain, rentetan kasus intoleransi keagamaan di Indonesia cenderung meningkat dalam era "kebebasan berdemokrasi". Sejumlah kasus diskriminasi bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan SARA masih saja terjadi di negara berasas Pancasila intoleransi itu berujung konflik berbasis SARA dengan korban jiwa yang tak sedikit. Misalnya, konflik antar-agama yang terjadi di Ambon, Maluku, sepanjang 1999, dan konflik etnis yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah pada di Papua pasca-reformasi juga menarik untuk menjadi perhatian. Berdasarkan laporan Setara Institute pada 2016, terjadi peningkatan pelanggaran HAM di Papua yang sangat signifikan jika dibandingkan tahun ARIYANTO NUGROHOSejumlah mahasiswa asal Papua yang menamakan diri Nasional Papua Solidaritas menggelar aksi masalah pelanggaran hak asasi manusia di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa 5/6/2012. Mereka menuntut pemerintah mengusut sejumlah perlakuan tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang mengorbankan warga sipil di Papua serta meminta keadilan bagi tanah Presiden Joko Widodo diakui telah memberikan perhatian lebih terkait pembangunan infrastruktur, namun mengesampingkan penegakan HAM dan penanganan konflik sosial ini catatan terkait konflik—terutama terkait suku, agama, dan ras—dan polemik HAM yang terjadi sepanjang dua dasawarsa terakhir, dikutip dari dokumentasi harian Kompas, dan sumber kredibel HAM Berat 1996-1999VIK Interaktif Kompas edisi Kejatuhan daripada SoehartoPROSES untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru terbilang tidak mudah. Ada pengorbanan besar saat menyuarakan protes terhadap Soeharto kala terlewat VIK Kejatuhan daripada SoehartoAksi demonstrasi yang berujung mundurnya Soeharto dari jabatan presiden dapat dibilang sebagai akumulasi "kekesalan terpendam" masyarakat atas sejumlah pelanggaran hak asasi manusia HAM yang terjadi sepanjang dua tahun terakhir kekuasaan "The Smiling General" setelah Soeharto jatuh masih saja terjadi sejumlah catatan hitam pelanggaran HAM dalam mengatasi aksi demonstrasi mahasiswa pada represif aparat keamanan disertai penembakan menyebabkan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II yang menewaskan sejumlah Juli 1996Peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 menjadi momentum yang diingat penyerangan terhadap kantor Partai Demokrasi Indonesia yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri saat itu menimbulkan korban jiwa akibat intervensi kekuasaan yang mengakibatkan dualisme partai PRANSISKAKeluarga korban tragedi 27 Juli bersama massa dari Forum Komunikasi Kerukunan 124, Rabu 27/7/2011, mendatangi bekas kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, untuk memperingati 15 tahun peristiwa tersebut. Mereka mendesak Presiden menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tragedi 27 Juli penyidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM menyebutkan, kerusuhan tersebut mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 paksa 1997-1998Rezim Orde Baru kemudian menuding Partai Rakyat Demokratik PRD sebagai dalang Peristiwa 27 Juli 1996. Setelah itu, terjadilah kasus penghilangan orang secara paksa periode SukarjaputraPara aktivis korban kekerasan Orde Baru mengingatkan akan korban yang hilang dan belum kembali dengan memamerkan photo-photo korban serta aksesorisnya pada 1999 laporan penyelidikan Tim Ad Hoc Komnas HAM, setidaknya 23 aktivis pro demokrasi menjadi korban. Hingga sekarang, sembilan orang dikembalikan, satu orang meninggal dunia, dan 13 orang masih hilang. Tragedi Mei 1998Pelanggaran HAM kembali terjadi saat aparat keamanan bersikap represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di depan kampus Universitas Trisakti pada 12 Mei mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dan ratusan mahasiswa lain terluka akibat tembakan dengan menggunakan peluru / GARRY ANDREW LOTULUNGAktivis HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM memperingati 10 Tahun Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 19/1/2017. Kamisan sebagai bentuk perlawanan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia dalam melawan lupa telah berlangsung selama 10 tahun sejak aksi pertama di depan Istana Merdeka pada 18 Januari setelahnya, muncul tragedi lain, yaitu Kerusuhan 13–15 Mei peristiwa ini terjadi pembunuhan, penganiayaan, perusakan, pembakaran, penjarahan, penghilangan paksa, perkosaan, serta penyerangan terhadap etnis Semanggi ITragedi ini terjadi pada 13 November 1998. Saat itu mahasiswa berdemonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR yang dinilai inkonstitusional, menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI, dan meminta Presiden segera mengatasi krisis yang melakukan demonstrasi di sekitar kampus Universitas Atma Jaya, Semanggi, Jakarta, dihalangi aparat bersenjata lengkap dan kendaraan lapis baja. Ketika mahasiswa mencoba bertahan, tiba-tiba terjadi penembakan oleh lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia YAI Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia ITI Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang / GARRY ANDREW LOTULUNGMaria Katarina Sumarsih atau biasa disapa Sumarsih, orangtua Wawan, mahasiswa yang menjadi korban tragedi Semanggi I, beraksi saat aksi Kamisan ke-453 di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis 4/8/2016. Dalam aksi itu mereka menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu dan mengkritisi pelantikan Wiranto sebagai Menko Polhukam karena dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kasus pelanggaran HAM di lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan Wawan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia YAI Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia ITI Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang Semanggi IIPeristiwa ini terjadi pada 24 September 1999, saat mahasiswa menolak rencana pemberlakuan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Aturan yang sedianya akan menggantikan UU Subversi tersebut dianggap terlalu aksi penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa kembali menelan korban. Tercatat 11 orang meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan oleh aparat satu korbannya adalah Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia. Yap Yun Hap tertembak tepat di depan kampus Atma Jaya SUSANTOObor hampir mati, Tragedi Semanggi II tak kunjung selesai. Sebuah obor yang hampir mati karena kehabisan bahan bakar minyak tanah menyala kecil di depan poster yang dipasang pleh Panitia Bersama Peringatan 6 Tahun Tragedi Semanggi II di depan kampus Atmajaya, Jakarta, Sabtu 24/9/2005. Puluhan mahasiswa dan keluarga korban menggelar aksi pawai obor, tabur bunga dan orasi dalam malam refleksi yang intinya mengingatkan pemerintah untuk serius menyelesaikan kasus Tragedi Semanggi II yang tak kunjung penyelidikan Komisi Penyelidik Pelanggaran KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II TSS pada Maret 2002 menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama HAM TSS juga menyatakan, “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta meluas…”.Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah petinggi TNI/POLRI pada masa itu. Namun, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum meneruskan berkas penyelidikan tersebut ke tahap juga 20 Tahun Reformasi, Catatan Perubahan Indonesia di Bidang PolitikKonflik Berbasis SARASEJUMLAH kekerasan yang terjadi akibat konflik berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan menjadi noda hitam dalam perjalanan upaya menjaga Bhinneka Tunggal Ika - KOMPAS/JITETTercatat beberapa kasus yang terjadi sepanjang 20 tahun terakhir. Namun, noda paling hitam itu terjadi di Ambon, Maluku pada 1999; Poso, Sulawesi Tengah pada 2000-2001; dan Sampit, Kalimantan Tengah pada MalukuKonflik Maluku bermula dari peristiwa kerusuhan yang terjadi pada Selasa, 19 Januari 1999. Kerusuhan berawal dari bentrokan antarwarga yang dipicu kesalahpahaman di Batumerah, kemudian membesar menjadi kerusuhan antardesa yang penduduk mayoritasnya berbeda catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras pada 18 Februari 1999, kerusuhan juga terjadi di berbagai tempat di Maluku dalam waktu yang hampir bersamaan, dipicu sejumlah isu yang Santhani AzisSuasana Ambon, pasca-kerusuhan berdarah di kota Ambon, Maluku pada pertengahan Agustus menyimpulkan peristiwa kerusuhan di Ambon adalah hasil proses akumulasi konflik antarkelompok yang pada mulanya bersifat lokal. Namun, karena keterlibatan peran-peran tertentu dari sejumlah provokator, konflik berubah menjadi kerusuhan dengan skala dan kerusakan yang lawatannya ke Ambon pada Minggu, 2 Oktober 2011, Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, kerusuhan yang terjadi pada 19 Januari 1999 bukanlah murni konflik Kalla, persoalan itu sebenarnya berakar dari ketidakpuasan sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian menyertakan sentimen perbedaan 6 Februari 2001, Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Mediasi KPMM di Maluku mencatat, sejak Januari 1999 hingga Oktober 2000 sedikitnya telah jatuh korban orang tewas, luka-luka, dan orang lainnya PosoKonflik yang terjadi antara kelompok Muslim dengan kelompok Kristen ini terjadi dalam beberapa fase sepanjang akhir 1998 hingga umum Human Right Watch mencatat, konflik menjadi besar akibat ketidakmampuan otoritas hukum dan keamanan dalam mengatasi konflik-konflik kecil. Selain itu, faktor politik dan kondisi ekonomi ikut memperparah PRAMONOKerinduan untuk kembali ke tempat asal membuat para pengungsi asal Poso rela berdesak-desakan untuk mempersiapkan kembali rumah-rumah mereka yang rusak dan ditinggalkan selama rekonsiliasi pun dilakukan untuk meredakan konflik. Upaya itu kemudian menemui hasil dengan ditandatanganinya Deklarasi Malino pada 20 Desember rekonsiliasi, Deklarasi Malino juga menyepakati rehabilitasi sosial, pemulangan pengungsi, serta sejumlah program yang mendukung normalisasi kehidupan warga diketahui secara pasti jumlah korban akibat Konflik Poso. Namun, dikutip dari dokumentasi Kompas, pasca-Deklarasi Malino pemerintah menyiapkan anggaran Rp 100 miliar sebagai santunan atas korban tewas yang diprediksi mencapai SampitKonflik antar-etnis di Sampit, Kalimantan Tengah, bermula dari bentrokan yang terjadi pada 18 Februari 2001, antara warga suku Dayak dan suku Madura sebagai kemudian meluas ke seluruh provinsi ini, termasuk di ibu kotanya, Palangkaraya. Diduga, konflik antar-etnis tersebut dipicu oleh persaingan di bidang Danu KusworoPengungsi yang merupakan etnis Madura akibat konflik antar-etnis di Sampit, Kalimantan Tengah, periode Februari dari dokumentasi Kompas, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Sampit. Namun, KPP HAM itu menyatakan tak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus pernyataan tersebut kemudian dibantah Kontras yang saat itu masih dipimpin aktivis HAM Munir. Menurut Kontras, tak sulit mencari bukti adanya pelanggaran HAM dalam konflik ini. Misalnya, pengungsian paksa yang dilakukan itu, pemerintah juga dianggap melakukan pembiaran. Padahal, pemerintah telah mendapat peringatan dari Yayasan Al Miftah bahwa konflik berpotensi menimbulkan banyak korban Belanda Gerry van Klinken memprediksi korban tewas mencapai 500 orang hingga lebih dari orang. Selain itu, konflik juga menyebabkan lebih dari orang meninggalkan rumahnya untuk Pemenuhan Hak BeragamaPEMENUHAN atas hak dan kebebasan beragama masih terbilang buruk sepanjang era reformasi. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2016 misalnya, Komnas HAM menyoroti sembilan kasus terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan KBB.Komnas HAM mengindikasikan kasus pelanggaran KBB berlangsung bertahun-tahun dan cenderung mengalami pembiaran oleh terhadap AhmadiyahPelanggaran atas hak beragama dan berkeyakinan paling parah dialami jemaah Ahmadiyah. Komnas HAM mencatat setidaknya telah terjadi pelanggaran hak asasi jemaah Ahmadiyah di 12 besar pelanggaran tersebut dilegitimasi oleh peraturan daerah, seperti Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI di Jawa Barat dan Peraturan Wali Kota Banjar Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penanganan JAI di Kota Ahmadiyah di Lombok Timur berharap bisa pulang dan puasa di rumah Ahmadiyah Indonesia menyatakan, dalam kurun 2016-2017 terdapat 11 kasus penutupan masjid Ahmadiyah. Sebagian besar penutupan masjid justru diinisiasi oleh penutupan rumah ibadah, pelanggaran atas hak sipil juga dialami oleh 116 jemaah Ahmadiyah yang berada di Permukiman Wisma Transito di Kelurahan Majeluk, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat NTB.Kasus terakhir adalah perusakan terhadap rumah dan properti milik jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur pada Mei Mushala Asy-Syafiiyah di DenpasarPelanggaran hak atas kebebasan beragama dan beribadah juga dialami oleh umat Muslim di Denpasar, Bali, pada Mei 2008. Sebagian kelompok masyarakat melarang pembangunan mushala Asy-Syafiiyah di Kota pengurus mushala, Haji Eko mengatakan, respons sulit didapat dari pemerintah daerah terkait pengusiran dan penyegelan mushala Pendapat Litbang Kompas dan Data Konflik Sosial 2009-2012 - KOMPAS/ANDRIPengusiran ribuan anggota kelompok GafatarPada awal Januari 2016 ribuan warga anggota kelompok Gerakan Fajar Nusantara Gafatar diusir dari Mempawah, Kalimantan Barat. Mereka mengalami kekerasan dan diskriminasi saat diskriminatif juga terjadi saat mereka kembali ke daerah asal. Setelah dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing, para warga eks Gafatar mengalami perlakuan tidak adil dari RAHMAN PATTY16 Mantan anggota Gafatar tiba di Kota Ambon, Senin 1/2/2016. Saat dibawa ke Balai Dikat Kantor Keagamaan AMbon mereka dikawal ketat aparat kepolisian bersenjata lengkapBeberapa warga mengaku mengalami pengusiran, pencabutan KTP, dan pencantuman data pernah terlibat dalam kegiatan kriminal dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian SKCK.Peristiwa kekerasan dan perlakuan diskriminatif yang menimpa anggota kelompok Gafatar tak lepas dari hasil keputusan bersama Kejaksaan Agung dengan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam keputusan bersama tersebut menyatakan bahwa Gafatar merupakan kelompok yang memiliki ajaran agama yang menyimpang dari ajaran pembangunan gereja di Aceh SingkilPada 22 April 2016, Forum Cinta Damai Aceh Singkil Forcidas menyampaikan pengaduan terkait adanya diskriminasi dalam mendirikan Forcidas Boas Tumangger mengatakan bahwa pemerintah kabupaten tidak bisa mengakomodasi hak-hak yang seharusnya diterima oleh kelompok umat Nasrani, terkait pemberian izin pembangunan rumah menuturkan, sebelum maupun sesudah peristiwa pembakaran gereja HKI pada 13 Oktober 2015, izin pembangunan gereja dipersulit. Padahal, seluruh persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang Izin Pendirian Rumah Ibadah telah PRANSISKASejumlah rohaniawan dan perwakilan umat beragama menggelar aksi damai di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI di Senayan, Jakarta, Senin 8/4/2013. Mereka menyampaikan tuntutan kepada Pimpinan MPR untuk meminta jaminan kebebasan dan toleransi dalam beribadah terhadap sesama umat soal perizinan tempat ibadah, Boas juga mengadu mengenai pendidikan di Aceh Singkil yang belum bebas dari praktik dia, sudah berpuluh-puluh tahun semua Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Aceh Singkil tidak memiliki guru agama Nasrani. Padahal, pelajaran agama menjadi satu syarat bagi kelulusan terhadap warga Syiah di SampangPeristiwa ini terjadi pada Agustus 2012. Satu orang tewas, empat orang lainnya kritis, dan puluhan rumah terbakar akibat penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASAWarga Syiah korban kekerasan terkait agama di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, bersepeda melintas di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu 5/6/2013. Mereka bersepeda dari Madura menuju Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut kejelasan sikap pemerintah dalam penyelesaian konflik bernuansa Syiah yang mengungsi di GOR Kabupaten Sampang juga mengalami tekanan dalam bentuk lain, yakni berupa tekanan untuk pindah keyakinan dan meninggalkan laporan Kontras Surabaya menyebutkan, sembilan kepala keluarga didesak untuk membuat surat pernyataan keluar dari surat pernyataan itu tertera, diketahui dan disaksikan oleh sejumlah pejabat dan tokoh agama setempat, seperti Polres Sampang, Kemenag Sampang, Bakesbang Pol, Sat Brimob Polda Jatim, dan camat HKBP Filadelfia di BekasiSelama hampir 16 tahun umat Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Filadelfia Bekasi belum bisa beribadah dengan tenang. Padahal, Izin Mendirikan Bangunan IMB gereja sudah mereka majelis gereja, Pasauran Siahaan, menilai, pemerintah daerah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan polemik yang dialami jemaat pemda terkesan melakukan pembiaran terhadap sekelompok masyarakat dari luar wilayah Bekasi yang menolak pembangunan gereja. SURYOWATIRatusan jemaat Gereja Kristen Indonesia GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia melaksanakan ibadah Paskah di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Minggu 9/7/2017. Ibadah di depan Istana ini dilakukan karena gereja mereka yang berada di wilayah Bogor dan Bekasi masih disegel oleh pemerintah daerah Gereja Yasmin di BogorGKI Yasmin disegel oleh Satpol PP Kota Bogor pada 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah wali kota. Semenjak saat itu, umat beribadah di halaman gereja dan di selalu mendapat intimidasi, umat mengalihkan tempat ibadah di rumah PTUN Bandung dan PTUN Jakarta memenangkan GKI Yasmin dalam sengketa IMB yang berbuntut penyegelan melalui keputusan Nomor 127 PK/TUN/2009 tertanggal 9 Desember 2010 juga telah menolak permohonan peninjauan kembali PK yang diajukan Pemkot PHOTO/ADEK BERRYMeski terik dan sempat turun hujan, jemaat Gereja Yasmin dan HKBP Filadelfia tetap melaksanakan ibadah di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 25/12/2013. Mereka memprotes kasus pembangunan gereja yang tak kunjung saat itu, Wali Kota Bogor justru menerbitkan Surat Keputusan Nomor Tahun 2011 tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin, tertanggal 11 Maret Wali Kota Bogor tidak mau mematuhi putusan MA tersebut karena adanya pemalsuan tanda tangan oleh Munir Karta yang kala itu menjabat sebagai ketua RI kemudian mengeluarkan rekomendasi dengan nomor 0011/REK/ pada 8 Juli 2011 mengenai pencabutan keputusan Wali Kota Bogor tentang IMB GKI Yasmin, tetapi tetap tidak ada tindakan dari Pemerintah Kota TolikaraKerusuhan di Tolikara, Papua, terjadi pada 17 Juli 2015. Peristiwa tersebut terjadi ketika massa Gereja Injili di Indonesia GIDI berusaha membubarkan jemaah Muslim yang tengah menjalankan shalat Idul LEEBekas kios yang terbakar akibat kerusuhan di Kecamatan Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Senin 20/7/2015. Berbagai pemangku kepentingan di Karubaga menegaskan bahwa kendati konflik diawali penolakan salat id, tetapi konflik disebabkan faktor imam Mushala Baitul Muttaqiem di Karubaga, Ali Mukhtar, konflik disebabkan mengaku, pihaknya tak menerima surat edaran dari GIDI yang telah direvisi, yang meminta pelaksanaan shalat agar dilakukan di mushala tanpa menggunakan pengeras suara. Oleh karena itu, ia tetap menggelar shalat Id di halaman itu dikeluarkan pengurus GIDI karena mereka menggelar kegiatan kepemudaan tingkat nasional di lokasi yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi shalat PapuaSELAMA era Orde Baru, Papua sering kali dianggap sebagai provinsi yang kurang mendapat perhatian. Padahal, Papua menghasilkan sejumlah kekayaan alam yang menjadi sumber penghasilan era reformasi berjalan, sejumlah perubahan sebenarnya telah dilakukan. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanahkan otonomi daerah memberikan sejumlah keistimewaan bagi yang kini terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat, kemudian mendapat status daerah dengan otonomi khusus sejak masih terdapat sejumlah masalah, terutama terkait pelanggaran HAM. Berikut ini pelanggaran HAM beratPada periode 1998 hingga 2016, tercatat lima kasus pelanggaran berat HAM terjadi di kasus itu adalah kasus Biak Numfor pada Juli 1998, peristiwa Wasior pada 2001, peristiwa Wamena pada 2003, peristiwa Paniai pada 2014, dan kasus Mapenduma pada Desember umum, kasus pelanggaran HAM itu terkait cara aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi masyarakat Papua. Isu disintegrasi yang membayangi Papua memperparah Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah memprioritaskan penyelesaian lima kasus pelanggaran berat HAM PRANSISKAMasyarakat dari National Papua Solidarity berunjuk rasa di kantor perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jakarta, Kamis 30/8/2012. Mereka meminta PBB memberikan perhatian khusus kepada demokrasi, pelanggaran HAM, dan tragedi kemanusiaan di pun membentuk Tim Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menkopolhukam RI Nomor 40 Tahun menjelaskan, penanganan kasus Wasior dan Wamena saat ini berada dalam koordinasi Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan kepada Komnas HAM selaku penyelidik agar mereka melengkapi berkas penyelidikan yang belum lengkap terkait pelaku, korban baik dari sipil maupun kelompok separatis bersenjata, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen Surat Perintah untuk kasus Paniai, Mapenduma, dan peristiwa Biak Numfor, penanganannya masih berada dalam tahap penyelidikan oleh Komnas pembunuhan TheysPada 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay dan sopirnya, Aristoteles Masoka, dikabarkan hilang dan diculik oleh orang tak dikenal. Theys merupakan Ketua Presidium Dewan Papua. Sehari kemudian, Theys ditemukan tewas di dalam mobilnya di Skouw, tak jauh dari perbatasan RI-Papua Niugini. Adapun Aristoteles Masoka sampai sekarang belum HASBYKetua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay Kematian Theys merupakan kasus yang diduga sarat dengan motif politik dan kepentingan. Berdasarkan catatan Kontras, ada beberapa hal yang berkaitan erat dengan peristiwa pembunuhan dokumen Departemen Dalam Negeri Juni 2000 tentang rencana operasi pengondisian wilayah dan pengembangan jaringan komunikasi dalam menyikapi arah politik Papua untuk fakta di lapangan menunjukkan ada peningkatan kekerasan sampai kematian Theys, dan kekerasan menurun drastis setelah pembunuhan kasus ini, tujuh anggota TNI dihadapkan ke pengadilan militer. Tujuh terdakwa yang disidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya, Rabu 5 Maret terdakwa itu adalah Letkol Inf Hartomo, Mayor Inf Donni Hutabarat, Kapten Inf Rionardo, Lettu Inf Agus Suprianto, Sertu Asrial, Sertu Laurensius LI, dan Praka Achmad Militer menuntut mereka hukuman 2-3 tahun penjara. Dalam sidang, Oditur Militer menyatakan para terdakwa terbukti elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Papua SNUP menilai proses pengadilan yang berlangsung merupakan upaya memutus rantai komando saja, bertentangan dengan prinsip imparsial, dan hanya digunakan untuk mengukuhkan impunitas aparat militer yang 2014, Komnas HAM mulai membuka kembali masalah pembunuhan Theys dan hilangnya Aristoteles HAM mempelajari salinan berkas dari Pengadilan Mahkamah Militer terkait kasus 13 tahun sebelumnya itu. Dari salinan berkas terungkap, para pelaku pembunuh Theys mengakui bahwa mereka sedang melaksanakan tugas lain yang didapatkan dari berkas tersebut, Theys disiksa terlebih dahulu sebelum dieksekusi. Baca juga Rezim Soekarno, Soeharto, dan 20 Tahun Reformasi dalam Hal EkonomiPembunuhan MunirHINGGA saat ini, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih menjadi misteri. Aktivis yang akrab disapa Cak Munir itu meninggal dunia pada 7 September diracun dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang transit di itu, pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras itu hendak melanjutkan jenjang pendidikan di Belanda. KOMPAS/M Yuniadhi AgungSejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia HAM menggelar aksi solidaritas untuk aktivis pejuang HAM, Munir almarhum, di Kantor Komisi Nasional Komnas HAM, Jakarta, Selasa 23/11. Mereka meminta Komnas HAM untuk segera membentuk tim penyelidik independen guna mengusut kematian peradilan telah dilakukan untuk mengadili pelaku pembunuhan kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang saat itu sedang cuti tetapi ada di penerbangan yang sama dengan Munir, sebagai pelaku pembunuhan fakta persidangan juga menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara BIN dalam kasus pembunuhan pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala tahun berselang, istri almarhum Munir, Suciwati, dan para aktivis HAM lainnya tetap meminta pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut dan mengungkap siapa yang menjadi dalang ErdiantoSuciwati, istri Munir, saat membacakan surat yang ia tulis untuk Presiden Joko Widodo di Aksi Kamisan ke 505, di Seberang Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis 9/7/2017.Menurut Suciwati, Presiden Joko Widodo pernah berjanji akan menuntaskan kasus Munir saat mengundang 22 pakar hukum dan HAM pada 22 September 14 Oktober 2016, Presiden Jokowi—sebutan atau panggilan untuk Joko Widodo—menunjuk dan meminta Jaksa Agung segera bekerja menindaklanjuti kasus Munir berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta TPF Kasus kematian hingga saat ini, Suciwati menilai pemerintah terkesan saling lempar tanggung jawab meski Komisi Informasi Pusat KIP mengabulkan permohonan informasi dan meminta pemerintah mengumumkan hasil investigasi Suciwati dan Kontras berlanjut pada gugatan ke KIP. Dalam sidang putusan, KIP menyatakan bahwa pemerintah diminta segera mengumumkan hasil penyelidikan TPF kasus kematian Munir seperti yang dimohonkan oleh Pemohon, yakni Kementerian Sekretariat Negara Kemensetneg mengajukan banding atas putusan tersebut. PTUN Jakarta mengabulkan banding SUSANTOAktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengenang 10 Tahun Kasus Munir dalam aksi Kamisan di Istana Negara, Kamis 4/9/2014. Pegiat HAM mendesak penegak hukum untuk membuka kembali kasus Munir untuk menjerat dan menghukum auktor intelektualis di balik pembunuhan Munir. Atas Putusan PTUN, Kontras mengajukan kasasi ke MA pada 27 Februari 2017. MA memutuskan menolak kasasi saat ini belum diketahui alasan pembunuhan Munir. Sejauh ini, dugaan yang muncul adalah pembunuhan terkait upaya Munir dalam mengungkap dan menuntut pertanggungjawaban atas sejumlah pelanggaran HAM berat di masa lalu.

pelanggaran ham di maluku